Noise : sedikit pengantar.

Luthfi Zulkifli
3 min readApr 27, 2019

--

“Ini namanya noise,” begitu ucap temanku seusai dia salah satu perhelatan seni. Penampilan yang sejujurnya bagiku cukup brutal sebab dia hanya bermain dengan berbagai macam efek tanpa menghasilkan sebuah bunyi yang pasti dan membuat saya melongo serta mual. Ya kejadian kurang lebih 4 tahun yang lalu itu, menandai perkenalan saya dengan genre noise.

Penampilan teman saya itu menimbulkan beberapa pertanyaan bagi saya. Apakah Noise itu bisa dikategorikan genre musik atau bukan? (Hingga saat ini pun saya tidak bisa mengatakan bahwa noise itu adalah salah satu genre musik ataupun noise itu bukan termasuk sebagai genre musik). Mungkin untuk menjawab pertanyaan itu saya sendiri harus bisa menjawab pertanyaan, Apa itu Noise? Dan mungkin musik itu sendiri?

Pada awal perkembangannya, noise sendiri bisa dikatakan sebagai produk budaya yang lahir atas adanya revolusi industri. Namun, noise hadir sebagai sebuah bebunyian yang dipercaya lebih futuristik di jaman itu. Adalah Luigi Russolo yang pertama kali memiliki gagasan tersebut. Seorang artis futuris dan komposer Italia itu menyatakan dalam manifestonya yang berjudul The Art of Noise (1913) bahwa revolusi industri telah memberikan kapasitas lebih kepada manusia modern untuk mengapresiasi suara-suara yang jauh lebih kompleks dari sebelumnya.

Saat itu ia bereksperimen dengan memanfaatkan cerobong-cerobong asap untuk pabrik yang banyak dan mudah ditemuinya disekitar. Karya eksperimennya tersebut dinamakan Intonarumori, suatu perangkat yang ia rancang bangun sedemikian rupa untuk menghasilkan suara, dan membentuk suatu orkestra yang berisik, keluar dari kepakeman untuk sesuatu disebut musik. Awal perdebatan tentang jenis bebunyian seperti itu termasuk musik atau bukan musik pun dimulai.

Noise saat ini sudah sangat berkembang dan banyak berafiliasi dengan berbagai genre musik. Mungkin yang banyak dikenal adalah noise rock dan harsh noise. Sonic Youth, Merzbow, Masona, dan Seek Six Sick mungkin menjadi nama-nama yang dimunculkan atas eksistensi noise saat ini terlebih ketika noise yang berafiliasi ke dalam beragam sub-genre. Terkhusus untuk harsh noise, kita bisa tengok bagaimana Merzbow, Masona, hingga Kalimayat mengeksplorasi bebunyian lewat pengekspoitasian teknologi sehingga menghasilkan suara-suara yang aneh. Selain melalui pengeksploitasian teknologi, barang-barang sederhana pun bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan suara-suara aneh nan repetitif sebagai struktur dalam harsh noise.

Bentuk ekplorasi yang dihadirkan oleh aliran harsh noise ini sekilas menjadi bentuk ekspresi yang tidak mengenal batasan dan tidak terperangkan oleh aturan baku dari musik. Pandangan tersebut membuat saya melihat musik — musik noise hadir dengan menawarkan suatu konsep yang melawan kaidah / kemapanan estetik yang sudah familiar di telinga penikmat musik dengan menghadirkan unsur bebunyian yang terdengar “unpleasant”.

Dan jika kita berbicara mengenai konteks perlawanan, terkadang kita juga secara tidak langsung berbicara tentang substansi politis yang terkandung di dalamnya. Nilai tentang perlawanan terletak pada konteks musik noise sebagai suatu manifestasi dari bagaimana cara manusia berekspresi tanpa harus memiliki kewajiban untuk melahirkan suara indah dan pleasant, dan hal tersebut menjadi kacamata utama dalam melihat fenomena noise ini.

Masih Bertanya

Noise memiliki dasar yang sama dari suatu gerakan kesenian, yaitu dadaisme. Sebuah gerakan kesenian yang lahir dari suatu social outburst (ledakan sosial). Singkatnya dadaisme hadir dengan kritik yang mengatakan “art could be anything and everything” dan secara langsung melawan pemahaman tradisional kesenian yang “stereotipikal”. Spirit tersebut pun tersirat dalam dalam musik noise yang tidak memperdulikan adanya aturan estetik yang menghalangi.

Saya berkesempatan bertanya kepada teman saya yang kebetulan beberapa kali berkecimpung baik dalam acara ataupun pembuatan musik noise. Ketika saya bertanya tentang apa yang Ia rasakan, Ia berkata bahwa alasan dirinya memutuskan terlibat karena Ia ingin “me-musik-an” musik noise. Tapi seiring berjalannya waktu, ia mengerti dan menerima bahwa musik noise memang begitu adanya. Walaupun terdapat suatu ketidakutuhan menurut pandangan dirinya terhadap musik noise, namun penilaian tersebut justru melahirkan perspektif baru dalam bagaimana memaknai ketidaksempurnaan.

Ada makna yang lebih mendalam pada bagaimana suatu gagasan / ekspresi disampaikan dengan mendobrak segala bentuk hegemoni struktur dan teori dalam suatu musik / lagu. Akhirnya yang tercipta adalah suatu ledakan ekspresi yang murni tanpa ada batasan atau keharusan untuk bisa dinikmati oleh orang banyak. Pada akhirnya menuntun saya pada pertanyaan berikutnya tentang musik noise, musik yang melawan atau perlawanan dalam musik?

--

--